Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu orang yang
bekerja pada pohon tamar, anggur(mengurusnya), atau pohon lain supaya
mendapatkan kemasalahatan dan mendapatkan bagiantertentu dari hasil yang diurus
sebagai imbalan.
Menurut Syafi’iyah,
أن يعا مل شخص يملك نخلا أو
عنبا سخصا أخر على أن يبا شر ثا نيهما النّحل او العنب
بالسّقى والتّر بية والحنظ
ونحوذلك وله فى نظير عمله جزاءمعيّن منالثمر الّذى يحرج منه
“Musaqah
berarti memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar, dan anggur kepada
orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan
menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan
pohon-pohon tersebut.”
2.
Dasar Hukum Musaqoh
Asas hukum musaqah ialah sebuah hadistyang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr r.a., bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
أعطى خيبر بشطر مايخر ج منها
من ثمر او زرعوفي رواية دفع إلى اليهود خيبر وأرضها على ان يعملوها من أموالهم
وأنّ لر سول الله ص مشطرها
“Memberikan tanah khaibar dengan bagian
separuhbdari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian. Pada riwayat lain
dinyatakan bahwa Rasul menyerahkanvtanah Khaibar itu kepada Yahudi, untuk di
olah dan modal dari hartanya, penghasilan separuhnya untuk Nabi”
3.
Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun-rukun musaqah menurut ulama
Syafi’iyah ada 5 berikut ini.
a) Shigat, yang dilakukan
kadang-kadang dengan jelas (sharih) dan dengan samara (kinayah).
Disyaratkan shighat dengan lafazh dan tidak cukup dengan perbuatan saja.
b) Dua orang atau pihak yang
berakad (al-‘aqidani), disyaratkan bagi orang-orang yang berakad dengan
ahli (mampu) untuk mengelola akad, seperti baligh, berakal, dan tidak berada di
bawah pengampuan.
c) Kebun dan semua pohon yang
berbuah, semua pohon yang berbuah boleh diparohkan (bagi hasil), baik yang
berbuah tahunan maupun yang buahnya hanya satu kali kemudian mati, seperti
padi, jagung, dan yang lainnya.
d) Masa kerja, hendaklah
ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan, seperti satu tahun atau
sekurang-kurangnya menurutkebiasaan. Dalam waktu tersebut tanaman atau pohon
yang diurus sudah berbuah, juga yang harus ditentukan ialah pekerjaan yang
harus dilakukan oleh tukang kebun, seperti menyiram, memotongi cabang-cabang
pohon yang akan menghambat kesuburan buah, atau mengawinkannya.
e) Buah, hendaklah ditentukan
bagian masing-masing (yang punya kebun dan bekerja dikebun), seperti seperdua,
sepertiga, seperempat, atau ukuran yang lain
1.
Pengertian
Menurut bahasa, al-muzara’ah memiliki
dua arti, yang pertama al-muzara’ah
yang berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya
adalah modal (al-hazdar). Makna
yang pertama adalah makna majaz dan makna yang kedua ialah makna hakiki.
Menurut istilah muzara’ah didefinisikan
oleh para ulama, seperti yang dikemukakan oleh Abd al-Rahman al-Jaziri.
1) Menurut Hanafiyah
عَقْدٌ عَلَى الزَّرْعِ
بِبِعْضِ الْخَارِجِ مِنَ الْأَرْضِ
“Akad
untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar dari bumi.”
2) Menurut Hanabilah
أن يد فع صا حب الأرض الصّالحةالمزارعة أر ضة
للعامل الّذى يقوم يزرعها وبد فع له الحبّ
“pemilik tanah yang sebenarnya menyerahkan
tanahnya untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit”
3) Menurut dhahir nash,
as-Syafi,I
اكتراء العا مل ليزرع الأرض
ببعض ما يحرخمنها
2.
Dasar hukum muzara’ah
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam
menetapkan hukum muzara’ah adalah sebuah yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a.
إن النّبيّ ص م لم يحرّم
المزارعة ولكن امران يرفق بعضهم ببعض بقوله من كانت له ارض فليز رعها أوليمنحها
اخاه فإن أبي فليمسك ارضه (رواه البخارى)
“sesungguhnya Nabi SAW, menyatakan, tidak
mengharamkan bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian
menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa yang memiliki tanah,
maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia
tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu”
3.
Rukun-rukun dan Syarat-syaratnya
Menurut Hanafiah, rukun muzara’ah ialah
akad, yaitu ijab dan Kabul antara pemilik dan pekerja. Secara rinci, jumlah
rukuk-rukun muzara’ah menurut Hanafiah ada 4, yaitu:
-
Tanah
-
Perbuatan pekerja
-
Modal, dan
-
Alat-alat untuk menana.
Syarat-syaratnya ialah sebagai berikut:
Ø Syarat yang bertalian dengan
‘aqidain, yaitu harus berakal.
Ø Syarat yang berkaitan dengan
tanaman, yaitu disyaratkan adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam.
Ø Hal yang Berkaitan dengan
perolehan hasil dari tanaman,yaitu:
a. Bagian masing-masing harus
disebutkan jumlahnya (persentase ketika akad).
b. Hasil adalah milik bersama,
c. Bagian antara Amil dan Malik
adalah dari satu jenis barang yang sama.
d. Bagian kedua belah pihak
sudah dapat diketahui
e. Tidak disyaratkan bagi salah
satunya penambahan yang ma’lum.
Ø Hal yang berhubungan dengan
tanah yang akan ditanami.
Ø Hal yang berkaitan dengan
waktu
Ø Hal yang berkaitan dengan
alat-alat muzara’ah, alat-alat tersebut disyaratkan berupa hewan atau yang
lainnya dibebankan kepada pemilik tanah.
0 komentar:
Posting Komentar
Kami sangat berterimakasih atas komentas, kritik sobat share yang membangun, Sampai Jumpa Di postingan Berikutnya. Terimakasih SalamShare